Pemilu 2024, SIREKAP dan Plano Tak Sejalan: Murni Human Error atau Ada yang Salah?"
Oleh:
Arifah Aprilia
Mahasiswa Magister Ilmu Politik Universitas Diponegoro
Pemilu 2024 kembali menjadi peristiwa yang dinantikan oleh seluruh masyarakat Indonesia. Harapan akan Pemilu yang transparan, akurat, dan bebas dari kecurangan begitu tinggi. Namun, di tengah proses demokrasi ini, muncul sebuah fenomena yang membuat banyak orang bertanya-tanya: “Mengapa hasil rekapitulasi suara di SIREKAP berbeda dengan hasil Plano di sejumlah daerah, termasuk di Kota Semarang?”
Kejanggalan ini bukan hanya sekadar angka-angka yang berbeda. Ini adalah soal kepercayaan publik terhadap sistem yang seharusnya menjadi tulang punggung demokrasi. Apakah perbedaan ini murni karena kesalahan teknis? Ataukah ada sesuatu yang lebih besar yang sedang terjadi? Masyarakat tentu tidak ingin Pemilu yang sudah berjalan baik tercoreng oleh persoalan yang seharusnya bisa dicegah sejak awal.
SIREKAP, sistem rekapitulasi elektronik yang diandalkan oleh KPU, digadang-gadang sebagai inovasi dalam proses penghitungan suara. Dengan teknologi ini, hasil Pemilu bisa dilihat secara real-time, transparan, dan mengurangi kemungkinan manipulasi manual. Di sisi lain, plano yaitu catatan hasil suara secara manual di TPS, tetap menjadi acuan utama karena merupakan dokumen resmi yang ditandatangani oleh saksi dan pengawas Pemilu. Seharusnya, kedua sistem ini berjalan seiring, bukan saling bertentangan. Namun, yang terjadi di lapangan justru sebaliknya. Banyak laporan menyebutkan bahwa angka yang tercatat di SIREKAP berbeda dengan hasil plano di beberapa TPS. Ada suara yang tiba-tiba bertambah untuk satu kandidat, ada yang berkurang, ada pula yang jumlah suara sah dan tidak sahnya tidak sejalan dengan catatan manual. Hal ini sontak memicu reaksi publik. Mereka yang sejak awal sudah skeptis terhadap penggunaan teknologi dalam Pemilu semakin mempertanyakan apakah sistem ini benar-benar bisa diandalkan.
Beberapa pihak di Kota Semarang mencoba menenangkan masyarakat dengan menyatakan bahwa perbedaan ini adalah human error semata. Kesalahan input data, salah baca angka, atau sistem yang belum sempurna menjadi alasan yang sering dikemukakan. Tapi pertanyaannya, seberapa besar margin of error yang bisa ditoleransi dalam Pemilu yang menentukan nasib bangsa? Jika kesalahan ini hanya terjadi di satu atau dua TPS, mungkin masih bisa dimaklumi. Namun, jika kejadiannya meluas, apakah masih bisa disebut sebagai kelalaian biasa?
Perbedaan data antara SIREKAP dan data formulir hasil Plano yang terjadi di Kota Semarang, Jawa Tengah yaitu foto formulir yang diunggah ke sistem seringkali tidak terbaca dengan baik oleh teknologi OCR (Optical Character Recognition), sehingga angka yang terekam bisa berbeda dari yang tertulis di formulir Plano. Selain itu, SIREKAP yang mengalami server down karena belum mampu menghadapi lonjakan akses diseluruh wilayah Indonesia di waktu bersamaan berpotensi menimbulkan perbedaan hasil. Namun, di luar kendala teknis, ada pula kekhawatiran yang lebih serius. Apakah mungkin ada tangan-tangan tak terlihat yang mencoba bermain di balik perbedaan data ini? Apakah mungkin ini adalah strategi terselubung untuk menguntungkan pihak tertentu? Dugaan-dugaan ini semakin menguat ketika beberapa saksi dan tim pemantau Pemilu di Kota Semarang melaporkan adanya inkonsistensi dalam angka yang ditampilkan di SIREKAP dibandingkan dengan hasil manual yang mereka pegang.
Beberapa DPC Partai Politik di Kota Semarang mengkritik adanya ketidaksesuaian data antara SIREKAP dan formulir hasil Plano. Salah satunya adalah Dewan Pimpinan Cabang Partai Kebangkitan Bangsa (DPC PKB). H. Muhammad Mahsun selaku ketua DPC PKB Kota Semarang mengatakan bahwa KPU Kota Semarang kurang transparan dalam rekapitulasi suara pada Pemilu 2024.
“Kami minta agar dibuka kotak-kotak tertentu, di TPS-TPS tertentu tapi tidak dikabulkan. Mereka hanya menayangkan slide dari C-Plano yang disorotkan di sidang Plano dan itupun jeda 1 hari. Kami curiga, karena kalau manipulasi angka, manipulasi itu kan gampang, tapi kami menuntut pembukaan kotak suara tidak dikabulkan oleh KPU baik di kota maupun di provinsi dan Bawaslu juga mengiyakan padahal kami juga sudah menuntut ke Bawaslu” jelas H.Muhammad Mahsun.
Pihak dari DPC PKB meyakini bahwa ketidaksesuaian data antara SIREKAP dan formulir hasil Plano bukan disebabkan karena adanya kesalahan teknis atau kekeliruan anggota KPPS kota Semarang (Human Error) melainkan karena adanya unsur kesengajaan. Namun, pihak dari KPU Kota Semarang, Agus Supriyono mengatakan bahwa hal tersebut karena kelalaian anggota KPPS / Human Error.
“Kami sebagai pelaksana atau penyelenggara tetap normatif. Jika kami menemukan sebuah tindakan pelanggaran artinya dia itu dengan sengaja melakukan manipulasi data atau merusak data itu tetap kami laporkan. Tetapi selama ini, saat Pemilu 2024 di Kota Semarang ada perbedaan jumlah suara di SIREKAP dengan di formulir hasil Plano yang indikasinya merupakan kesalahan tulis” ungkap Agus Supriyono,
Peristiwa ini jelas menjadi kekhawatiran bagi seluruh masyarakat Indonesia tak terkecuali masyarakat Kota Semarang yang telah lama mengharapkan Pemilu yang jujur, adil dan transparan. Jika kejanggalan seperti ini terus terjadi dan tidak segera diatasi, kepercayaan terhadap proses demokrasi akan goyah. Saat ini, yang diperlukan bukan hanya pernyataan bahwa ketidaksesuaian data antara SIREKAP dan formulir Plano hanyalah kesalahan teknis, tetapi mengambil tindakan nyata untuk memastikan bahwa setiap suara rakyat benar-benar dihitung dengan benar. Sistem yang lebih ketat seharusnya digunakan untuk memastikan bahwa perbedaan data ini benar-benar disebabkan oleh kesalahan manusia sebelum diumumkan kepada publik. Agar tidak menimbulkan perdebatan lebih lanjut, kesalahan sistem harus diperbaiki segera. Investigasi yang terbuka dan menyeluruh harus dilakukan jika ada indikasi bahwa ada perubahan data yang disengaja.
Pemilu bukan sekadar ajang kontestasi politik antara calon, atau tentang siapa yang menang dan siapa yang kalah. Pemilu adalah barometer dari sejauh mana demokrasi berjalan dengan sehat di negeri ini. Setiap suara yang diberikan di TPS adalah bentuk harapan, aspirasi, dan kepercayaan rakyat kepada sistem. Jika sistem ini gagal memastikan keakuratan data, bagaimana mungkin rakyat bisa percaya pada hasil akhirnya? Masyarakat berhak tahu apa yang sebenarnya terjadi. Jika SIREKAP memang memiliki kelemahan, KPU seharusnya terbuka dan segera melakukan perbaikan agar tidak menimbulkan kesalahpahaman yang lebih besar. Jika ada faktor lain yang menyebabkan perbedaan data, maka harus diungkap secara terang-terangan agar tidak menimbulkan spekulasi liar yang dapat merusak kredibilitas Pemilu. Pemilu 2024 diharapkan menjadi Pemilu yang lebih baik, lebih transparan, dan lebih dapat dipercaya dibandingkan sebelumnya. Jangan biarkan perbedaan data antara SIREKAP dan formulir hasil plano mencederai kepercayaan rakyat pada demokrasi. Setiap suara yang diberikan adalah amanah yang harus dijaga dengan penuh integritas. Jika terjadi kesalahan, perbaiki. Jika ada kecurangan, ungkap dan tindak. keadilan harus ditegakkan tanpa kompromi karena Pemilu bukan hanya tentang siapa yang menang, tetapi Pemilu adalah soal legitimasi pemerintahan dan harapan rakyat akan masa depan yang lebih baik. Masyarakat hanya menginginkan satu hal yaitu Pemilu yang jujur, adil, dan benar-benar mencerminkan suara rakyat yang sesungguhnya.(*)
Posting Komentar untuk "Pemilu 2024, SIREKAP dan Plano Tak Sejalan: Murni Human Error atau Ada yang Salah?""
Posting Komentar